Pada zaman dahulu kala, ada sebuah hutan yang cukup asri. Di dalam hutan tersebut tumbuh berbagai pohon dengan buah-buah yang manis dan ranum, sehingga banyak binatang yang senang tinggal di hutan tersebut. Dari hewan besar seperi rusa, panda, beruang, hingga para serangga.
Pada suatu hari, hutan tersebut kedatangan seekor penghuni baru. Dia adalah si Lili ulat. Tapi para hewan dan pohon sangat membencinya, karena dia terkenal sangat rakus dan tak memiliki manfa’at apapun. Dia sangat rakus dalam memakan daun-daun, sehingga banyak pohon yang tak mau dia tinggali. Sehingga Lili si ulat harus berpindah dari satu pohon ke pohon lain untuk mencari rumah.
“Wahai pohon apel, bolehkah aku ikut tinggal di dahan mu?”. Tanya Lili ulat pada pohon apel.
“Kau tak boleh tinggal di sini. Karena makan mu banyak. Jika kau terlalu banyak memakan daun ku, maka aku tak akan bisa lagi berbuah. Carilah pohon lainya..”. kata pohon apel dengan ketusnya.
“Tapi aku janji, suatu saat budi mu pasti akan aku balas. Izinkan aku tinggal di sini, karena aku tak lagi memiliki rumah lain”. Kata Lili ulat memelas. dongeng kupu-kupu.
“Pokoknya tidak boleh..!! karena para hewan yang ikut tinggal di pohon ku pasti juga tidak setuju. Karena jika buah ku berkurang, mereka juga akan kekurangan makanan. Lagi pula apa yang bisa kau lakukan? Mahluk jelek dan lemah seperti mu tak bisa melakukan apa-apa selain makan dan makan saja. Sana pergi cari pohon yang lain”. Kata pohon apel dengan membentak.
Ahirnya dengan sedih Lilit ulat pun pergi mencari pohon lain yang mau dia tinggali. Tapi jawaban tiap pohon yang di temuinya sama, tak ada yang mau menerimanya. Ahirnya.. dia keluar dari hutan menuju ke pinggir hutan. Dia menangis dengan sedih meratapi nasib yang di alaminya. Ternyata tanpa dia sadari, ada pohon bunga matahari yang dari tadi memerhatikan dia.
“Mengapa kaumenagis kawan? Katakana masalah mu, mungkin aku bisa membantu mu”. Kata bunga matahari.
“Si.. Siapa yang bicara?”. Kata Lili ulat terbata-bata karena kaget.
“Aku yang bicara.. lihatlah ke atas!! Aku adalah bunga matahari. Aku adalah ratu dari semua bunga yang ada di padang ini”. Jawab bunga matahari.
Lalu Lili si ulat pun menceritakan kisahnya dengan menangis. Mendengar kisah Lili ulat yang sangat sedih, bunga mata hati menjadi sangat iba.
“Tak usah kau menangis lagi kawan.. kau bisa tinggal di sini. Kau bisa memilih tinggal di pohon ku, atau pohon bunga manapun yang kau mau. Mereka tak akan menolak, karena mereka adalah rakyat ku”. Kata bunga matahari.
Mendengar jawaban dari bunga matahari, Lili ulat menjadi sangat senang. Dia tersenyum dan menghapus air mata di pipinya.
“Benarkah itu kawan?”. Tanya Lili ulat tak percaya.
“Tentu saja benar.. aku tak pernah bohong. Lagi pula tak ada satu hewanpun yang mau tinggal di pohon atau dahan kami, karena kami tak memiliki buah. Jika kau mau tinggal di sini, tentu aku akan merasa senang karena memiliki teman baru”. Jawab bunga matahari
“Tapi kawan.. kata mereka aku banyak makan. Sehingga mereka tak mau aku tinggal di dahan mereka. Mereka takut kalau daun mereka habis dan tak bisaberbuah. Apa kau tak takut kalau daun mu habis seperti yang mereka katakana?”. Tanya Lili ulat ragu.
“Hahaha.. berarti mereka berfikir sempit. Apalah arti sebuah daun? Seorang teman lebih berharga dan susah untuk di cari. Sedangkan daun akan bisa tumbuh lagi dengan sendirinya. Kau tak usah hawatir kawan..”. jawab bunga matahari dengan bijak.
Lili ulat sangat senang mendengar jawaban yang sangat bijak itu. Dan mulai saat itu, Lili ulat dan bunga matahari menjadi sahabat baik. Tiap hari mereka bercanda dan bercerita tentang banyak hal. Itu adalah hari-hari terindah yang di lalui dua sahabat tersebut. Hingga pada suatu hari..
“Bunga matahari sahabat ku.. ini adalah hari terahir aku bisa bercanda dengan mu.. “. Kata Lili ulat.
Mendengar perkataan sahabatnya itu, bunga matahari terkejut.
“Memangnya engkau hendak ke mana kawan? Apakah kau mau pergi mennggal kan aku?” Tanya bunga matahari.
“Tidak sahabat ku.. aku tak akan mungkin meninggalkan sahabat sebaik diri mu. Aku hanya mau berpamitan.. mulai besok aku akan berpuasa dan mngurung diri ku untuk tidur panjang. Mungkin sudah saatnya aku mulai membalas budi baik mu”. Jawab Lili ulat.
“Berpuasa? Tidur panjang? Membalas budi? Apa yang kau maksud kawan? Aku sama sekali tak mengerti apa maksud ucapan mu..”. kata bunga matahari bingung.
“Kau akan mengerti nanti pada saatnya kawan.. untuk sementara, aku akan meminjam dahan mu untuk membangun rumah ku dalam berpuasa.. ku mohon kau mengizinkanya”. Kata lili ulat.
“Apapun yang terbaik untuk mu kawan, aku pasti mendukung mu..”. jawab bunga matahari.
Ahirnya, mulailah si Lili ulat membuat rumahnya dan berpuasa. Dia membungkus diri dalam balutan benang-benang yang membentuk sebuah kantung, dan biasa kita kenal dengan kepompong. Berhari-hari sudah bunga matahari merawat dan menunggu teman baiknya itu bangun. Dia melindunginya dari panas, angin, dan juga hujan. Dan ahirnya tibalah waktunya untuk si Lili ulat bangaun dari tidur panjangnya.
Tapi betapa terkejutnya bunga matahari, karena dia melihat bukan lagi Lili ulat sahabatnya yang keluar dari kantong itu. Melainkan seekor mahluk indah bersayap yang sangat indah dan canti.
“Siapa kau? Di mana ulat sahabat ku?”. Tanya bunga matahari kebingungan.
“Akulah ulat sahabat mu kawan. Kau tak usah heran. Setelah aku berpuasa dan tidur dalam kantong ini, aku akan berubah menjadi seekor kupu-kupu. Akau meken banyak ketika menjadi ulat, adalah sebagai bekal puasa ku untuk menjadi kupu-kupu. Tapi mereka tak tahu itu. Dan kini saatnya aku membalas budi mu dengan membantu penyerbukan mu dan semua rakyat bunga mu”. Jawab Kupu-kupu yang ternyata Lili ulat itu.
Mendengar penjelasan dari Liliyang kini menjadi kupu-kupu, bunga matahari menjadi sangat gembira. Ternyata sahabatnya itu memiliki kemampuan yang aneh dan luar biasa. Sebuah kemampuan yang tak di miliki oleh hewan lainya. Dan mulai saat itu, persahabatan mereka menjadi semakin akrab. Dan persahabatan tersebut berlanjut hingga anak cucu mereka. Kupu-kupu dan bunga selalu menjadi teman sejati.
0 Komentar untuk "Dongeng Bunga dan Kupu-kupu"